Menjadi Guru Biasa dengan Hati Luar Biasa
oleh : A'la Aprilia, S.Pd,. Gr.
Di tengah hiruk pikuk dunia pendidikan, di antara tumpukan administrasi, laporan, dan padatnya rutinitas harian, sering kali guru terjebak dalam arus kesibukan yang membuat lupa sejenak untuk berhenti dan merenung. Padahal, di balik semua itu ada hal yang jauh lebih penting: menata kembali niat, mengingat kembali siapa diri kita, dan untuk apa kita hadir di tengah-tengah anak-anak yang kita didik.
Hari ini, mari kita sejenak menyelami satu tema yang sederhana, namun sarat makna:
“Menjadi Guru Biasa dengan Hati Luar Biasa.”
Karena dalam pandangan Islam, kemuliaan tidak terletak pada gelar, jabatan, atau banyaknya penghargaan yang diterima. Kemuliaan sejati terletak pada keikhlasan dan ketulusan dalam menjalankan amanah terutama amanah untuk mencerdaskan dan menanamkan nilai-nilai iman serta akhlak dalam jiwa generasi penerus.
Menjadi Guru, Bukan Tentang Sempurna
Menjadi guru bukanlah tentang menjadi manusia yang sempurna. Kita hanyalah hamba Allah yang penuh keterbatasan, namun dipilih untuk mengemban amanah yang mulia amanah untuk mendidik, membimbing, dan menumbuhkan karakter.
Tugas guru bukan sekadar menyampaikan ilmu, tetapi juga menyirami hati dan menumbuhkan iman dalam jiwa anak-anak. Kita mungkin bukan ustadz yang masyhur, bukan motivator yang viral, bukan pula ahli ilmu yang dikenal banyak orang. Tapi kita memiliki sesuatu yang istimewa hati yang ikhlas dan cinta yang tulus. Hati yang setiap hari hadir untuk menyapa, membimbing, dan menguatkan generasi.
Guru dalam Pandangan Islam
Dalam Islam, keutamaan seorang guru begitu tinggi. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya, bahkan semut di dalam lubangnya dan ikan di lautan akan mendoakan kebaikan bagi orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.”
(HR. Tirmidzi)
Hadis ini menjadi pengingat bahwa setiap upaya kecil seorang guru sekecil apa pun tidak pernah sia-sia di sisi Allah. Senyuman yang tulus, kesabaran dalam menghadapi tingkah laku anak, bahkan doa-doa yang dibisikkan diam-diam untuk kebaikan murid semuanya dicatat rapi oleh malaikat sebagai amal kebaikan.
Guru: Penanam Benih Peradaban
Seorang guru bukan hanya pengajar ilmu, tetapi juga pembentuk peradaban. Guru bukan sekadar mengisi waktu pelajaran, tetapi mencetak amal jariyah yang akan terus mengalir hingga akhir hayat.
Inilah hakikat guru luar biasa: bukan karena penampilan atau prestasinya yang gemerlap, melainkan karena hatinya.
Hati yang sabar, hati yang ikhlas, hati yang berharap murid-muridnya menjadi pribadi yang shalih dan selamat dunia akhirat.
Menanam, Meski Belum Melihat Tumbuhnya
Setiap guru adalah penanam benih. Ia mungkin tak selalu melihat hasilnya dengan segera, tapi yakinlah “setiap benih yang ditanam dengan niat yang benar akan tumbuh pada waktunya”.
Jangan resah jika hari ini hasil kerja keras belum tampak. Allah tahu setiap lelah, setiap air mata, dan setiap doa yang terucap dalam diam. Kelak, di waktu terbaik, benih itu akan tumbuh menjadi pohon-pohon kebaikan lewat murid-murid yang tumbuh menjadi insan berakhlak, pemimpin, atau bahkan ulama karena tangan seorang guru pernah membimbingnya.
Penutup
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menguatkan langkah kita, meluruskan niat kita, dan melimpahkan keberkahan pada setiap lelah yang kita jalani.
Mari terus menjadi guru biasa dengan hati luar biasa guru yang mungkin tak selalu terlihat hebat di mata manusia, tapi mulia di hadapan Allah.